Senin, 30 Juni 2014

Sick!

Bersosialiasi.. gue salah satu orang yang tidak suka terlibat dengan keramaian. apapun bentuknya, orkes dangdut, sunatan massal, orang lahiran, atau sekedar nonton kebakaran. itu gue tidak suka terlibat.

iya bisa dikatakan gue ini rada anti sosial, gue lebih memilih menghabiskan waktu sendiri sambil mendengarkan lagu. di banding bersosialisasi dengan orang banyak. sikap gue lahir ketika hampir setiap saat ketika gue kecil itu ditinggalin di rumah sendirian. makanya sampai sekarang gue sangat nyaman dengan yang namanya menyendiri.

namun gue bukan yang suka menggunakan kesendirian dengan hal yang guna, namun malah sebaliknya kerjaan paling-paling cuma senyum-senyum kedinding. iya gue orang rada suka nyengir sendiri tanpa alasan yang jelas. bukannya gue gila ya, cuman ya suka saja senyum sendiri.

sebagian hal yang gue lakukan sendiri kadang membosankan dan ingin mencoba dunia luar, namun terkadang kembali lagi ke kondisi "Gue suka menyendiri" makanya sekarang gue punya sedikit teman. alasan gue ngga punya teman adalah karna sikap gue yang sangat tertutup dan tidak membicarakan hal-hal yang normal seperti kebiasaan atau apapun itu.

dan sikap ketidakpercayaan terhadap orang lain membuat gue semakin sedikit bisa bergaul apalagi berteman, makanya kebanyakan teman gue itu sama anehnya sama gue. karna menurut hidup gue "teman yang aneh ya memang cocok orang sama anehnya"

udah dulu capek ternyata ngetik itu.

Senin, 02 Juni 2014

Sepucuk Surat Buat Kakak



Sepucuk surat buat Kakak, dirimu orang tertua ketiga setelah orang tua kita. Namun muka mu ngga tua-tua dan itu membuat diriku bingung akan dirimu. Apakah pakai susuk, atau rutin ngoles anti penuaan seperti di iklan-iklan.

Dirimu baik, kadang ngasih aku uang, walaupun itu harus melewati perdebatan alot dulu. Dirimu jahat ketika mengatakan adek mu ini ngga ganteng, padahal kalau bukan dirimu yang mengatakan diriku ganteng maka siapa lagi perempuan saraf yang bilang diriku ganteng.

Aku bahagia punya kaka seperti kamu, meski kita ngga mirip dan itu membuat diriku di bully ketika kecil. Katanya kamu lah yang anak pungut bukan diriku. Walaupun terkadang aku bersyukur kita ngga mirip, soalnya dirimu perempuan sedangkan diriku laki-laki.

Aku kesal waktu kau cepat wisuda, sehingga orang tua kita mengharuskan diriku juga cepat lulus. Padahal kau lulus karna dosennya kasian doang. beda sama aku yang dosennya ngga kasian, malah kagum gue kuliah lama. Entah itu kagum apa ngejek sebenernya diriku juga tak mengerti.  

Kakak ku kau tidak pandai memasak. Jadi tolong hentikan menyuruh aku adik mu untuk mencobanya. Dan musti berkata itu enak, kalau tidak kau ngambek dan tidak memberikan ku uang jajan. Orang tua kita bukannya tidak memberikan uang jajan, hanya saja perlu proposal untuk cairnya uang jajan. Kadang diriku tidak mengerti, ini orang tua kita apa pejabat pemerintah. Padahal kan orang tua kita hanya kerja di hutan, ngitungin duit sambil ngeteh bareng pejabat negara.

Aku sayang kalian orang tua ku, musti kalian belum tentu sayang akan diriku. Apalagi saat diriku bilang semester nilai banyak yang tidak lulus. Raut wajah kalian mendadak berubah jadi bahagia, karna berhubung kakak menang kuis berhadiah uang 3 milyar. Padahal kau kakak ku megang uang sejuta aja ngga pernah. Diriku cemas uang itu untuk di apakan. Ternyata itu semua untuk ku, ngga diriku ngarepnya begitu ternyata tidak. Ya sudahlah, kau bahagia diriku pun begitu.

Banyak yang ingin sampaikan pada mu kakak ku, tapi ya apa daya udah ngga ada yang mau aku sampaikan. Akhir kata, please follow aku ditwitter masa kakak sendiri ngga follow adiknya.

Ku tunggu balas mu kak, ini hanya seuntaian kata tidak indah ini yang ku ungkapkan padamu dengan indah. Ya menurutku begitu, namun mungkin kau sedang bahagia bersama suami mu dan juga anak laki-laki mu itu. sedangkan diriku disini pacar pun tak ada, kau jahat Raisa dirimu pergi kejakarta mengejar karier menyanyi mu, meninggalkan diriku yang sedang kuliah disini. Setidaknya Raisa kirim pulsa buat aku, atau setidaknya sepucuk surat berisi foto kamu sama pacar baru sekarang. Aku cuma mau mengucapkan selamat padanya.

Ahhhhhhhhhhh.. capek juga nulis ini, eh ini kenapa gue nulis ginian lagi. maaf jika ada pihak yang merasa kegelian yang luar biasa. Udah lepasin aja gelinya, kalau perlu calling aku buat gelitik kamu.

Dadah.........

Minggu, 01 Juni 2014

Mall itu Durjana



Pada dasarnya gue bukanlah orang yang suka ke mall, alasan pertama gue ngga suka ke mall adalah naik ekskalator. Itu tuh tangga yang bisa bergerak keatas maupun juga kebawah. Kenapa gue ngga suka ekskalator adalah gue takut serangan jantung. Apalagi ketika gue mesti naik eksklator, yang bergeraknya kebawah. Berhubung gerakannya ke bawah otomatis akan ada sensasi tertarik atau pun terdorong yang gue rasakan, di situ lah gue otomatis megang pegangan yang ada di samping eksklator. Iya kalau proses gue megang pegangannya secara perlahan, yang ini malah seperti orang yang akan jatuh dari tangga tersebut. Alhasil, orang-orang di sekeliling itu pada mandang gue sembari tertawa kecil.
Maka dari itulah gue sangat ngga suka pergi ke mall, yang kedua gue males ke mall adalah banyak yang nawarin barang. Mending kalau cewek pakai rok mini yang nawarin ke gue, yang ini malah cowok-cowok. Dan yang terakhir yang ngga gue suka kalau ke mall adalah ngeliat kemesraan orang pacaran, orang pacaran emang banyak berkeliaran di mall. Walaupun sebagiannya pada pacaran di dalam kost. Tapi yang pacaran di mall juga ngga sedikit, setelah puas jalan-jalan di mall. Ya, lanjutin di kegiatan lain yang ngga bisa di lakukan di mall. Yaitu nyuci baju bareng-bareng, NYUCI BAJU BARENG-BARENG...

Tapi akhirnya pada malam minggu itu, gue pun masuk ke mall secara kepaksa. Karna temen gue berhubung ulang tahun, dan dia ngajak jalan-jalan ke mall. Kenapa gue ikut, karna gue ngincar momen yang ngga lepas dari ulang tahun adalah di traktir makan. Kapan lagi bisa makan, ayam tepung yang di gadang-gadang di iklannya nikmat sampai ke tulang. Karna kalau ngga momen di traktir, sampai Bundaran Palangkaraya ubanan juga ngga bakalan bisa makan ayam tepung. 

Sebelum kita pada makan-makan, tentunya jalan-jalan dulu. Dan yang gue takutkan muncul, yaitu naik eksklator. Sebenarnya gue ngga mau ikut, tapi berhubung di lantai 2 tempat makannya dan ada tempat permainannya. Dengan terpaksa gue ikut. Temen-temen gue pada mulai menaiki eksklator tersebut, mereka sangat lancar menaikinya. Sedangkan gue meski teriak-teriak dulu dalam hati untuk menyakinkan diri kalau gue bisa naik eksklator. 

Dengan yakin gue naik eksklator tersebut, dan benar gue di serang momen “hampir jatuh” sontak gue berpegang pada seorang temen gue. Sontak temen gue kaget “eh ngapain lo..” tanya temen gue heran. Tapi gue dengan tenang jawab pertanyaannya sambil bercanda, “Ah ngga, gue cuma mau ngetes kemampuan mengagetkan rang lain. Eh ternyata gue berhasil ngagetin elo, hahaha” 

Sesampainya di ujung ekskalator, gue berhasil selamat. Gue bareng temen-temen jalan-jalan, yang cewek-cewek pada ke tempat baju-baju dan kita para cowok-cowok ke tempat permainan. Di tempat permainan ini, gue sempat bingung. Karna biasanya cuma bisa main PS megang stik yang ini malah berbeda. Pakai koin lagi mainnya, aduh pusing gue. 

Sembari gue yang bingung mau memainkan yang mana, gue sibuk ngeliatin mbak-mbak yang memberikan koin itu. Soalnya mbak-mbaknya cantik, dan gue yakin ngga terlalu beda jauh umurnya sama gue. Jadi bisa lah kalau kita menjalani sebuah hubungan.

Tapi harapan gue pun pupus, ketika temen di sebelahnya ngomong “Wei, ngga ada rencana buat punya anak yang ke 4 nih ?”. ternyata harapan tinggal harapan. Di sela-sela kekecewaan gue, karna mbak-mbak yang tadi. Gue pun menghampiri salah satu permainan, gue ngga tahu namanya apa. Tapi yang jelas, ada bola basket dan ada juga ringnya. Yang pertama gue pikirin saat itu adalah gunanya koin yang gue pegang ini apa. Lama gue pikirin, tetep gue ngga tahu. 

Akhirnya salah seorang temen menghampiri gue, “Eh ngapain lo, bengong aja. Ayo kita dua lomba siapa yang paling banyak memasukan bolanya ke ring”.
Tanpa pikir panjang gue iya-iya aja, semua yang dia lakukan gue ikutin. Pertama dia masukin koin nya ke sebuah lubang di permainan tersebut. Oh jadi begitu gunanya koin yang gue pegang ini, berguna untuk menyalakan permainan ini. Gue juga masukin koinnya, begitu bola yang di kerangkeng keluar. 

Gue dan temen saling sibuk memasukan bola tersebut ke ringnya, alhasil semua koin yang gue pegang habis hanya untuk satu permainan saja. Karna untuk permainan yang lain, gue ngga ngerti.
Berhubung koin gue sudah habis, dan para cewek-cewek sudah pada belanja. Dan inilah waktunya, makan ayam tepung yang nikmatnya sampai ketulang. Begitu gue masuk kedalam tempat makannya, gue dan temen-temen pada duduk di meja yang sudah disediakan. Mereka pun mulai memilih-milih menu, yang ada di daftar menu. Kalau gue ngga lihat daftar menunya, karna gue ngga ngerti. Gue lebih memilih lihat para pelayan tempat makannya. Yang rapi, cantik dan Uuu lumayan seksi. Ketimbang tempat mie ayam yang sering gue kunjungi, yang pelayannya cowok-cowok keker berotot. Yang benar-benar merusak kesehatan mata.

Setelah mereka udah memilih menu mana yang mereka suka, mereka kemudian nanya ke gue. Gue mau yang mana, sebagai orang yang di traktir. Gue ngomong aja terserah, ikut kalian saja. Ngga beberapa lama nunggu. Pesanan kita pun datang, gue sempat ngga tega ngeliat potongan ayam yang lumayan besar itu, bakalan gue kunyah habis-habisan. Padahal rencana gue mau di laminating, tapi berhubung perut gue udah meronta-ronta minta di isi. 

Maka ayam tersebut gue makan, dan benar rasanya emang enak. Beda dengan mie instan yang sering gue makan di kost pakai sambel.
Setelah selesai makan, kita pada pulang kerumah. Iya temen-temen gue pada pulang kerumah, lah gue pulang ke kost dan bertemu dengan mie instan lagi. Sedih

Hina



Cerita ini berawal dari seorang mahasiswi yang mendadak mencuri perhatian gue. Namanya Laura seorang mahasiswi pindahan dari jurusan Bahasa Indonesia, meski badannya ngga se seksi Priskilla waktu makai baju batik yang belahan dadanya sampai kelihatan. Tapi masalah cantiknya, juga ngga kalah sama Priskilla. Apalagi senyuman Laura itu loh, manis.
Walaupun ngga terlalu jadi perhatian cowok-cowok di kampus, tapi temen-temen gue seperti Didik dan Cahyo udah menunjukkan ketertarikannya. Terbukti dengan mereka yang selalu duduk tepat di belakang si Laura, apa berusaha mengamati Laura dari dekat atau emang ngga ada tepat duduk lain.
Seperti yang gue bilang tadi, Laura cukup cantik. Terkadang gue jadi ikut-ikutan duduk di belakangnya, untuk sekedar nyium aroma parfumnya juga lumayan. Siang itu, tepat jam 2 kuliah pun di mulai. Gue bergegas menuju ruangan, dan sudah terlihat bangku kosong tepat di belakang Laura. Tapi sayang gue ngga bisa duduk tepat di belakangnya, gara-gara si Didik sudah menempati kursi itu. 

Sedih 

Di sela penjelasan dosen, “Eh Dik, mahasiswi baru itu lumayan cantik tuh” sambil ngode kalau mahasiswi yang gue maksud adalah si Laura. “Eh di kemanakan Priskilla nanti ? haha” respon Didik. “Priskilla kan bukan pacar gue -____- lagian dia kan punya pacar” entah kenapa pada saat itu gue ngomongnya pasrah. Biasanya gue jawab seenaknya aja, tapi saat itu gue ngga melakukan hal tersebut. Aneh emang, apa karna pesona Laura makanya Priskilla jadi hambar di mata gue. Entahlah gue juga ngga tahu.

“Eh Laura kalau sama Priskilla, cantik kan mana ?” Didik malah nanya yang begituan sama gue. Saat itu gue malah bingung, tapi kata hati gue dua-duanya emang sama-sama cantik. “sama-sama cantik Dik, tergantung mau ngga sama gue” gue jawab aja begitu.
“kalau dua-duanya suka, gimana ?” makin memojok gue pertanyaan si Didik nih. “begini Dik, berhubung gue bukan seorang playboy. Jadi, seperti ini pada bulan pertama gue sama Laura dan untuk bulan yang kedua gue sama Priskilla”. ‘Hahaha, dasar..” gerutu Didik.

Nah ini nih, dilemanya kalau punya pesona yang terpendem. Kalau sudah keluar, mahasiswi-mahasiswi yang cantik-cantik pasti berebut. Bukannya berebut supaya bisa pacaran sama gue, mereka berebut belanja yang lagi ada diskon.

Emang pada dasarnya sesuatu yang baru, perlahan-lahan akan mengikis yang lama. Begitu sih kata orang bijak, walaupun gue ngga tahu orang bijak mana yang ngomong itu. Tapi ya sudahlah, Laura atau Priskilla sama-sama cantik. Dan mereka punya satu kesamaan lagi, mereka berdua juga sama-sama sudah punya pacar. Dan sedihnya lagi itu bukan gue.

Sepengggal cerita tukang gorengan



Hari senin, gue mesti turun pagi-pagi. Dan karna gue anak kost, mana sempat makan. Iya, makanan nya ngga ada. Tapi gue pikir-pikir, kan ada tukang gorengan di kampus. Yang menyediakan makanan berminyak yang enak, dan murah. Ketika di kampus, kebetulan tukang gorengan nya sudah standby menjajakan gorengannya. “Paman.. Gorengan paman” Teriak gue dari jauh. Terkadang gue heran, dari Bundaran Palangkaraya masih berbentuk design sampai sekarang, itu yang jualan gorengan selalu di panggil paman. Heran

Di sela gue makan gorengannya, gue malah kepikiran buat terobosan baru. Yaitu nama panggilan tukang gorengannya gue ganti, dari paman jadi kaka. Gue akhirnya nyoba, hari itu. “Paman, bagaimana kalau nama panggilannya, gue rubah jadi kaka ? setuju man.”. Dan entah apa gue punya kemampuan mempengaruhi seseorang, tukang gorengannya cuma ngangguk-ngangguk. Atau ini tukang gorengan takut gorengannya ngga gue bayar. 

Pada hari itu, gue sukses mengubah nama seseorang. Dan pada hari berikutnya gue pun terus-terusan manggil nama tukang gorengan di kampus gue itu dengan kaka, alhasil, temen-temen kampus malah ikut manggil kaka juga. Di titik itu gue bangga, bisa ngubah nama panggilan nama seseorang, kemudian itu menjadi trend di kampus. Pada saat itu, gue merasa kalau telah sangat populer.
Setelah, berminggu-minggu nama panggilan tukang gorengan itu pun menyebar ke lingkungan kampus lain. Gue pun sangat bangga luar biasa, gue ngga sabar buat ngabarin keluarga di kampung atas prestasi gue ini. Setelah sekitar 1 bulan, gelombang “kaka” tersebut menyebar, gue pun berniat untuk mengganti lagi. Ya, namanya juga manusia ngga ngerasa puas.

 Jadi pada hari selasa di bulan itu, gue pun melancarkan ide gue. Dari kaka, gue pun manggil tukang gorengan ini dengan nama baru yang lebih trendy yaitu “A’a Oreng”. Dan memang luar biasa, reaksi dari para kaum-kaum di kampus pun sangat antusias dengan panggilan baru ini. 

Sebagai seorang manusia yang tidak kenal puas, gue bertekad untuk menyelami profesi gue ini. Gue ingin bukan hanya nama tukang gorengan yang akan menjadi trendy. Tapi nama tukang kios pulsa, tukang sate dan bahkan nama tukang parkir. Gue mulai dengan nama tukang jualan pulsa, setelah sekitar 20 minggu mikir nama yang pas, akhirnya gue nemu namanya yaitu “Pedagang”. Begitu juga dengan nama tukang sate, dan tukang parkir gue samain semua. Bukannya apa-apa, gue hanya mau kesetaraan saja.

Gue menikmati pekerjaan sebagai pembuat nama trendy, sampai akhirnya hal itu terjadi. Jadi, cerita nya mereka yang telah gue ubah namanya kecuali tukang jualan pulsa, tukang sate dan juga tukang parkir. Ya tentu saja, siapa lagi kalau bukan A’a Oreng. Pada suatu ketika, di saat gue bertemu dengan A’a Oreng di kampus.

Dia datang menghampiri gue dan berkata “Tolong mas, hentikan kegilaan ini, saya merasa kalau menjadi seorang penjual gorengan biasa. Itu sudah cukup”. Tersentak gue kaget, padahal menjadi terkenal kan impian hampir semua orang. Dan akhirnya atas rasa kemanusiaan gue pun menghentikan kepopuleran tukang gorengan di kampus gue, dan akhirnya dia menjalani hidup yang normal kembali. Dan gue kehilangan pekerjaan yang cukup menjanjikan. Sedih