Bersosialiasi.. gue salah satu orang yang tidak suka terlibat dengan keramaian. apapun bentuknya, orkes dangdut, sunatan massal, orang lahiran, atau sekedar nonton kebakaran. itu gue tidak suka terlibat.
iya bisa dikatakan gue ini rada anti sosial, gue lebih memilih menghabiskan waktu sendiri sambil mendengarkan lagu. di banding bersosialisasi dengan orang banyak. sikap gue lahir ketika hampir setiap saat ketika gue kecil itu ditinggalin di rumah sendirian. makanya sampai sekarang gue sangat nyaman dengan yang namanya menyendiri.
namun gue bukan yang suka menggunakan kesendirian dengan hal yang guna, namun malah sebaliknya kerjaan paling-paling cuma senyum-senyum kedinding. iya gue orang rada suka nyengir sendiri tanpa alasan yang jelas. bukannya gue gila ya, cuman ya suka saja senyum sendiri.
sebagian hal yang gue lakukan sendiri kadang membosankan dan ingin mencoba dunia luar, namun terkadang kembali lagi ke kondisi "Gue suka menyendiri" makanya sekarang gue punya sedikit teman. alasan gue ngga punya teman adalah karna sikap gue yang sangat tertutup dan tidak membicarakan hal-hal yang normal seperti kebiasaan atau apapun itu.
dan sikap ketidakpercayaan terhadap orang lain membuat gue semakin sedikit bisa bergaul apalagi berteman, makanya kebanyakan teman gue itu sama anehnya sama gue. karna menurut hidup gue "teman yang aneh ya memang cocok orang sama anehnya"
udah dulu capek ternyata ngetik itu.
Senin, 30 Juni 2014
Senin, 02 Juni 2014
Sepucuk Surat Buat Kakak
Sepucuk
surat buat Kakak, dirimu orang tertua ketiga setelah orang tua kita. Namun muka
mu ngga tua-tua dan itu membuat diriku bingung akan dirimu. Apakah pakai susuk,
atau rutin ngoles anti penuaan seperti di iklan-iklan.
Dirimu
baik, kadang ngasih aku uang, walaupun itu harus melewati perdebatan alot dulu.
Dirimu jahat ketika mengatakan adek mu ini ngga ganteng, padahal kalau bukan
dirimu yang mengatakan diriku ganteng maka siapa lagi perempuan saraf yang
bilang diriku ganteng.
Aku bahagia
punya kaka seperti kamu, meski kita ngga mirip dan itu membuat diriku di bully
ketika kecil. Katanya kamu lah yang anak pungut bukan diriku. Walaupun
terkadang aku bersyukur kita ngga mirip, soalnya dirimu perempuan sedangkan
diriku laki-laki.
Aku kesal
waktu kau cepat wisuda, sehingga orang tua kita mengharuskan diriku juga cepat
lulus. Padahal kau lulus karna dosennya kasian doang. beda sama aku yang
dosennya ngga kasian, malah kagum gue kuliah lama. Entah itu kagum apa ngejek
sebenernya diriku juga tak mengerti.
Kakak ku
kau tidak pandai memasak. Jadi tolong hentikan menyuruh aku adik mu untuk
mencobanya. Dan musti berkata itu enak, kalau tidak kau ngambek dan tidak
memberikan ku uang jajan. Orang tua kita bukannya tidak memberikan uang jajan,
hanya saja perlu proposal untuk cairnya uang jajan. Kadang diriku tidak
mengerti, ini orang tua kita apa pejabat pemerintah. Padahal kan orang tua kita
hanya kerja di hutan, ngitungin duit sambil ngeteh bareng pejabat negara.
Aku sayang
kalian orang tua ku, musti kalian belum tentu sayang akan diriku. Apalagi saat
diriku bilang semester nilai banyak yang tidak lulus. Raut wajah kalian
mendadak berubah jadi bahagia, karna berhubung kakak menang kuis berhadiah uang
3 milyar. Padahal kau kakak ku megang uang sejuta aja ngga pernah. Diriku cemas
uang itu untuk di apakan. Ternyata itu semua untuk ku, ngga diriku ngarepnya
begitu ternyata tidak. Ya sudahlah, kau bahagia diriku pun begitu.
Banyak yang
ingin sampaikan pada mu kakak ku, tapi ya apa daya udah ngga ada yang mau aku sampaikan.
Akhir kata, please follow aku ditwitter masa kakak sendiri ngga follow adiknya.
Ku tunggu
balas mu kak, ini hanya seuntaian kata tidak indah ini yang ku ungkapkan padamu
dengan indah. Ya menurutku begitu, namun mungkin kau sedang bahagia bersama
suami mu dan juga anak laki-laki mu itu. sedangkan diriku disini pacar pun tak
ada, kau jahat Raisa dirimu pergi kejakarta mengejar karier menyanyi mu,
meninggalkan diriku yang sedang kuliah disini. Setidaknya Raisa kirim pulsa
buat aku, atau setidaknya sepucuk surat berisi foto kamu sama pacar baru
sekarang. Aku cuma mau mengucapkan selamat padanya.
Ahhhhhhhhhhh..
capek juga nulis ini, eh ini kenapa gue nulis ginian lagi. maaf jika ada pihak
yang merasa kegelian yang luar biasa. Udah lepasin aja gelinya, kalau perlu
calling aku buat gelitik kamu.
Dadah.........
Minggu, 01 Juni 2014
Mall itu Durjana
Pada dasarnya gue bukanlah orang
yang suka ke mall, alasan pertama gue ngga suka ke mall adalah naik ekskalator.
Itu tuh tangga yang bisa bergerak keatas maupun juga kebawah. Kenapa gue ngga
suka ekskalator adalah gue takut serangan jantung. Apalagi ketika gue mesti
naik eksklator, yang bergeraknya kebawah. Berhubung gerakannya ke bawah
otomatis akan ada sensasi tertarik atau pun terdorong yang gue rasakan, di situ
lah gue otomatis megang pegangan yang ada di samping eksklator. Iya kalau
proses gue megang pegangannya secara perlahan, yang ini malah seperti orang
yang akan jatuh dari tangga tersebut. Alhasil, orang-orang di sekeliling itu
pada mandang gue sembari tertawa kecil.
Maka dari itulah gue sangat ngga
suka pergi ke mall, yang kedua gue males ke mall adalah banyak yang nawarin
barang. Mending kalau cewek pakai rok mini yang nawarin ke gue, yang ini malah
cowok-cowok. Dan yang terakhir yang ngga gue suka kalau ke mall adalah ngeliat
kemesraan orang pacaran, orang pacaran emang banyak berkeliaran di mall.
Walaupun sebagiannya pada pacaran di dalam kost. Tapi yang pacaran di mall juga
ngga sedikit, setelah puas jalan-jalan di mall. Ya, lanjutin di kegiatan lain
yang ngga bisa di lakukan di mall. Yaitu nyuci baju bareng-bareng, NYUCI BAJU
BARENG-BARENG...
Tapi akhirnya pada malam minggu
itu, gue pun masuk ke mall secara kepaksa. Karna temen gue berhubung ulang
tahun, dan dia ngajak jalan-jalan ke mall. Kenapa gue ikut, karna gue ngincar
momen yang ngga lepas dari ulang tahun adalah di traktir makan. Kapan lagi bisa
makan, ayam tepung yang di gadang-gadang di iklannya nikmat sampai ke tulang.
Karna kalau ngga momen di traktir, sampai Bundaran Palangkaraya ubanan juga
ngga bakalan bisa makan ayam tepung.
Sebelum kita pada makan-makan,
tentunya jalan-jalan dulu. Dan yang gue takutkan muncul, yaitu naik eksklator.
Sebenarnya gue ngga mau ikut, tapi berhubung di lantai 2 tempat makannya dan
ada tempat permainannya. Dengan terpaksa gue ikut. Temen-temen gue pada mulai
menaiki eksklator tersebut, mereka sangat lancar menaikinya. Sedangkan gue
meski teriak-teriak dulu dalam hati untuk menyakinkan diri kalau gue bisa naik
eksklator.
Dengan yakin gue naik eksklator
tersebut, dan benar gue di serang momen “hampir jatuh” sontak gue berpegang
pada seorang temen gue. Sontak temen gue kaget “eh ngapain lo..” tanya temen
gue heran. Tapi gue dengan tenang jawab pertanyaannya sambil bercanda, “Ah
ngga, gue cuma mau ngetes kemampuan mengagetkan rang lain. Eh ternyata gue
berhasil ngagetin elo, hahaha”
Sesampainya di ujung ekskalator,
gue berhasil selamat. Gue bareng temen-temen jalan-jalan, yang cewek-cewek pada
ke tempat baju-baju dan kita para cowok-cowok ke tempat permainan. Di tempat
permainan ini, gue sempat bingung. Karna biasanya cuma bisa main PS megang stik
yang ini malah berbeda. Pakai koin lagi mainnya, aduh pusing gue.
Sembari gue yang bingung mau
memainkan yang mana, gue sibuk ngeliatin mbak-mbak yang memberikan koin itu.
Soalnya mbak-mbaknya cantik, dan gue yakin ngga terlalu beda jauh umurnya sama
gue. Jadi bisa lah kalau kita menjalani sebuah hubungan.
Tapi harapan gue pun pupus, ketika
temen di sebelahnya ngomong “Wei, ngga ada rencana buat punya anak yang ke 4
nih ?”. ternyata harapan tinggal harapan. Di sela-sela kekecewaan gue, karna
mbak-mbak yang tadi. Gue pun menghampiri salah satu permainan, gue ngga tahu
namanya apa. Tapi yang jelas, ada bola basket dan ada juga ringnya. Yang
pertama gue pikirin saat itu adalah gunanya koin yang gue pegang ini apa. Lama
gue pikirin, tetep gue ngga tahu.
Akhirnya salah seorang temen menghampiri gue,
“Eh ngapain lo, bengong aja. Ayo kita dua lomba siapa yang paling banyak
memasukan bolanya ke ring”.
Tanpa pikir panjang gue iya-iya
aja, semua yang dia lakukan gue ikutin. Pertama dia masukin koin nya ke sebuah
lubang di permainan tersebut. Oh jadi begitu gunanya koin yang gue pegang ini,
berguna untuk menyalakan permainan ini. Gue juga masukin koinnya, begitu bola
yang di kerangkeng keluar.
Gue dan temen saling sibuk memasukan bola tersebut
ke ringnya, alhasil semua koin yang gue pegang habis hanya untuk satu permainan
saja. Karna untuk permainan yang lain, gue ngga ngerti.
Berhubung koin gue sudah habis, dan
para cewek-cewek sudah pada belanja. Dan inilah waktunya, makan ayam tepung
yang nikmatnya sampai ketulang. Begitu gue masuk kedalam tempat makannya, gue
dan temen-temen pada duduk di meja yang sudah disediakan. Mereka pun mulai
memilih-milih menu, yang ada di daftar menu. Kalau gue ngga lihat daftar
menunya, karna gue ngga ngerti. Gue lebih memilih lihat para pelayan tempat
makannya. Yang rapi, cantik dan Uuu lumayan seksi. Ketimbang tempat mie ayam
yang sering gue kunjungi, yang pelayannya cowok-cowok keker berotot. Yang
benar-benar merusak kesehatan mata.
Setelah mereka udah memilih menu
mana yang mereka suka, mereka kemudian nanya ke gue. Gue mau yang mana, sebagai
orang yang di traktir. Gue ngomong aja terserah, ikut kalian saja. Ngga
beberapa lama nunggu. Pesanan kita pun datang, gue sempat ngga tega ngeliat potongan
ayam yang lumayan besar itu, bakalan gue kunyah habis-habisan. Padahal rencana
gue mau di laminating, tapi berhubung perut gue udah meronta-ronta minta di
isi.
Maka ayam tersebut gue makan, dan benar rasanya emang enak. Beda dengan
mie instan yang sering gue makan di kost pakai sambel.
Setelah selesai makan, kita pada
pulang kerumah. Iya temen-temen gue pada pulang kerumah, lah gue pulang ke kost
dan bertemu dengan mie instan lagi. Sedih
Hina
Cerita ini berawal dari seorang
mahasiswi yang mendadak mencuri perhatian gue. Namanya Laura seorang mahasiswi
pindahan dari jurusan Bahasa Indonesia, meski badannya ngga se seksi Priskilla
waktu makai baju batik yang belahan dadanya sampai kelihatan. Tapi masalah
cantiknya, juga ngga kalah sama Priskilla. Apalagi senyuman Laura itu loh,
manis.
Walaupun ngga terlalu jadi
perhatian cowok-cowok di kampus, tapi temen-temen gue seperti Didik dan Cahyo
udah menunjukkan ketertarikannya. Terbukti dengan mereka yang selalu duduk
tepat di belakang si Laura, apa berusaha mengamati Laura dari dekat atau emang
ngga ada tepat duduk lain.
Seperti yang gue bilang tadi, Laura
cukup cantik. Terkadang gue jadi ikut-ikutan duduk di belakangnya, untuk sekedar
nyium aroma parfumnya juga lumayan. Siang itu, tepat jam 2 kuliah pun di mulai.
Gue bergegas menuju ruangan, dan sudah terlihat bangku kosong tepat di belakang
Laura. Tapi sayang gue ngga bisa duduk tepat di belakangnya, gara-gara si Didik
sudah menempati kursi itu.
Sedih
Di sela penjelasan dosen, “Eh Dik,
mahasiswi baru itu lumayan cantik tuh” sambil ngode kalau mahasiswi yang gue
maksud adalah si Laura. “Eh di kemanakan Priskilla nanti ? haha” respon Didik.
“Priskilla kan bukan pacar gue -____- lagian dia kan punya pacar” entah kenapa
pada saat itu gue ngomongnya pasrah. Biasanya gue jawab seenaknya aja, tapi
saat itu gue ngga melakukan hal tersebut. Aneh emang, apa karna pesona Laura
makanya Priskilla jadi hambar di mata gue. Entahlah gue juga ngga tahu.
“Eh Laura kalau sama Priskilla,
cantik kan mana ?” Didik malah nanya yang begituan sama gue. Saat itu gue malah
bingung, tapi kata hati gue dua-duanya emang sama-sama cantik. “sama-sama
cantik Dik, tergantung mau ngga sama gue” gue jawab aja begitu.
“kalau dua-duanya suka, gimana ?”
makin memojok gue pertanyaan si Didik nih. “begini Dik, berhubung gue bukan
seorang playboy. Jadi, seperti ini pada bulan pertama gue sama Laura dan untuk
bulan yang kedua gue sama Priskilla”. ‘Hahaha, dasar..” gerutu Didik.
Nah ini nih, dilemanya kalau punya
pesona yang terpendem. Kalau sudah keluar, mahasiswi-mahasiswi yang
cantik-cantik pasti berebut. Bukannya berebut supaya bisa pacaran sama gue,
mereka berebut belanja yang lagi ada diskon.
Emang pada dasarnya sesuatu yang
baru, perlahan-lahan akan mengikis yang lama. Begitu sih kata orang bijak,
walaupun gue ngga tahu orang bijak mana yang ngomong itu. Tapi ya sudahlah,
Laura atau Priskilla sama-sama cantik. Dan mereka punya satu kesamaan lagi,
mereka berdua juga sama-sama sudah punya pacar. Dan sedihnya lagi itu bukan
gue.
Sepengggal cerita tukang gorengan
Hari senin,
gue mesti turun pagi-pagi. Dan karna gue anak kost, mana sempat makan. Iya,
makanan nya ngga ada. Tapi gue pikir-pikir, kan ada tukang gorengan di kampus.
Yang menyediakan makanan berminyak yang enak, dan murah. Ketika di kampus,
kebetulan tukang gorengan nya sudah standby menjajakan gorengannya. “Paman..
Gorengan paman” Teriak gue dari jauh. Terkadang gue heran, dari Bundaran
Palangkaraya masih berbentuk design sampai sekarang, itu yang jualan gorengan
selalu di panggil paman. Heran
Di sela gue
makan gorengannya, gue malah kepikiran buat terobosan baru. Yaitu nama
panggilan tukang gorengannya gue ganti, dari paman jadi kaka. Gue akhirnya
nyoba, hari itu. “Paman, bagaimana kalau nama panggilannya, gue rubah jadi kaka
? setuju man.”. Dan entah apa gue punya kemampuan mempengaruhi seseorang,
tukang gorengannya cuma ngangguk-ngangguk. Atau ini tukang gorengan takut
gorengannya ngga gue bayar.
Pada hari
itu, gue sukses mengubah nama seseorang. Dan pada hari berikutnya gue pun
terus-terusan manggil nama tukang gorengan di kampus gue itu dengan kaka,
alhasil, temen-temen kampus malah ikut manggil kaka juga. Di titik itu gue
bangga, bisa ngubah nama panggilan nama seseorang, kemudian itu menjadi trend
di kampus. Pada saat itu, gue merasa kalau telah sangat populer.
Setelah,
berminggu-minggu nama panggilan tukang gorengan itu pun menyebar ke lingkungan
kampus lain. Gue pun sangat bangga luar biasa, gue ngga sabar buat ngabarin
keluarga di kampung atas prestasi gue ini. Setelah sekitar 1 bulan, gelombang
“kaka” tersebut menyebar, gue pun berniat untuk mengganti lagi. Ya, namanya
juga manusia ngga ngerasa puas.
Jadi pada hari selasa di bulan itu, gue pun
melancarkan ide gue. Dari kaka, gue pun manggil tukang gorengan ini dengan nama
baru yang lebih trendy yaitu “A’a Oreng”. Dan memang luar biasa, reaksi dari
para kaum-kaum di kampus pun sangat antusias dengan panggilan baru ini.
Sebagai
seorang manusia yang tidak kenal puas, gue bertekad untuk menyelami profesi gue
ini. Gue ingin bukan hanya nama tukang gorengan yang akan menjadi trendy. Tapi
nama tukang kios pulsa, tukang sate dan bahkan nama tukang parkir. Gue mulai
dengan nama tukang jualan pulsa, setelah sekitar 20 minggu mikir nama yang pas,
akhirnya gue nemu namanya yaitu “Pedagang”. Begitu juga dengan nama tukang
sate, dan tukang parkir gue samain semua. Bukannya apa-apa, gue hanya mau
kesetaraan saja.
Gue
menikmati pekerjaan sebagai pembuat nama trendy, sampai akhirnya hal itu
terjadi. Jadi, cerita nya mereka yang telah gue ubah namanya kecuali tukang
jualan pulsa, tukang sate dan juga tukang parkir. Ya tentu saja, siapa lagi
kalau bukan A’a Oreng. Pada suatu ketika, di saat gue bertemu dengan A’a Oreng
di kampus.
Dia datang
menghampiri gue dan berkata “Tolong mas, hentikan kegilaan ini, saya merasa
kalau menjadi seorang penjual gorengan biasa. Itu sudah cukup”. Tersentak gue
kaget, padahal menjadi terkenal kan impian hampir semua orang. Dan akhirnya
atas rasa kemanusiaan gue pun menghentikan kepopuleran tukang gorengan di
kampus gue, dan akhirnya dia menjalani hidup yang normal kembali. Dan gue
kehilangan pekerjaan yang cukup menjanjikan. Sedih
Langganan:
Postingan (Atom)